Senin, 20 April 2015

Meneguhkan Tauhid

By on 17.36
KH Hasan Abdullah Sahal

Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor
Meneguhkan TauhidMasalah tauhid, meyakini hanya Satu yang berhak dipertuhankan dan dianggap Tuhan, adalah fitrah manusia. Jadi, ketika manusia diciptakan, ia beriman hanya kepada satu tuhan, yaitu Allah. Kemudian ada tarik menarik dan bisikan-bisikan dari sana sini, khususnya setan dan iblis. Setan di sini termasuk setan keduniaan, setan kekuasaan, setan kemegahan, juga setan syahwat dan lain sebagainya, sehingga manusia terseret  dan beriman kepada banyak tuhan. Manusia takjub dengan alam, akhirnya menganggap alam sebagai tuhannya. Manusia menganggap binatang, laut, api, bahkan sesama manusia sebagai tuhannya. Akhirnya tuhannya menjadi banyak.
Sebetulnya, kalau dia sadar dan kembali kepada fitrah yang pernah dinyatakannya, “Qalu bala, syahidna.” Sewaktu masih di dalam kandungan, manusia sudah menyatakan bahwa tuhan itu hanya Allah. Maka, tidak benar kalau orang mengatakan, manusia itu mula-mula Tuhannya banyak dan akhirnya menjadi satu. Anggapan ini salah. Karena hakikatnya tuhan itu hanya satu, tapi karena keingkaran manusia, maka mereka keliru dan meyakini banyak tuhan.

Persoalan terpenting sekarang adalah bagaimana kita membina tauhid. Selama kita mengatakan Allah di atas kita, tidak ada yang lebih berkuasa selain Allah, tidak ada yang lebih kaya dari Allah, tidak ada yang lebih besar dari Allah, tidak ada yang lebih pintar dan sempurna  dari Allah, maka itulah tauhid. Kita sungguh tidak pantas merasa lebih besar, lebih kaya, lebih tinggi, lebih kuat daripada orang lain, karena semua itu  kita dapatkan dari Allah. Jadi, orang kaya karena dibuat kaya oleh Allah, orang besar karena Allah, orang tinggi karena Allah, orang berilmu karena Allah, dan sewaktu waktu Allah bisa mencabut semua itu. Sehingga kalau ada yang berkata, “saya kaya,” dia sebetulnya hanya merasa kaya, atau orang lain menganggapnya kaya. Sebetulnya apa yang menjadi miliknya adalah apa yang dia berikan dan amalkan. Itulah kekayaan yang sesungguhnya, dan bukan harta yang ia kumpulkan karena harta tersebut akan menjadi milik anak cucunya, milik ahli warisnya. Bahkan, harta tersebut bisa menjadi maksiat bagi dirinya, belum tentu menjadi amal. Maka kita kembalikan semuanya pada Allah, karena Dialah sumber dari segalanya.
Kesalahan dalam masalah ini adalah penyakitnya setan, syiriknya setan dan iblis keduniaan yang membuat banyak manusia mabuk. Ingat, jangan sekali-kali kita berada di pihak setan! Allah mengingatkan kita, semua Bani Adam, dalam Surah Yasin ayat 60, “La ta`budu asy-syaithan innahu lakum `aduwwun mubin (janganlah kalian sembah setan, karena sesungguhnya setan itu musuh kalian yang nyata).” Musuh dijadikan kawan, salah besar! Seharusnya musuh tetap dijadikan musuh. Setan kekayaan, setan kebesaran, setan kemasyhuran, setan ketampanan, setan apa saja itu harus dibersihkan karena kita serahkan semuanya kepada AllahSWT. Apa pun yang kiti miliki, tidak ada gunanya sombong. Karena yang akan dihitung adalah iman dan amal, serta manfaatnya kepada masyarakat, umat, danmanusia di alam semesta ini.
Jika kita baca dan kaji Surah al-`Ashr, itu sudah cukup. “Wal ashri innal insana lafi khusrin, illa alladzina amanu…” Keimanan! Tanpa keimanan, semua hanya omong kosong. Jadi meski orang berjasa; ribuan kilometer jalan dia aspal, ribuan orang sakit dia sembuhkan, ribuan pelajar dia berikan beasiswa, triliyunan uang dia sumbangkan, itu belum tentu jadi amal shalih. Itu mungkin jasa, tapi belum tentu berpahala, karena tidak ada ‘amanu’ (iman). Orang seperti itu dapat disebut orang yang berjasa, tapi belum tentu berpahala.
Kembalikan keimanan dan serahkan segala amal kepada Allah SWT.  Jadi orang melarat, kepada Allah kembalinya.  Jadi orang kaya, juga kepada Allah kembalinya. Jika naik jabatan, serahkanlah pada Allah. Pun jika diturunkan atau dipecat, serahkan juga pada Allah. Bisa jadi orang yang dipecat didunia, lebih tinggi derajatnya daripada orang yang diangkat jabatannya. Masalah terpenting adalah bagaimana kualitas tauhidnya kepada Allah SWT.
Tidak usah takjub dengan orang kaya. Tidak usah takjub dengan orang yang berkuasa. Tidak usah takjub dengan orang yang merasa besar. Tidak usah takjub dengan orang yang ganteng. Tidak usah takjub dengan orang yang cantik. Kenapa? Belum tentu semua itu ada artinya. Belum tentu itu ada harganya. Lagi-lagi mengapa? Sebab hanya Allah sumbernya. Semuanya dari Allah. Jantung yang berdetak, nafas yang menghembus dari hidung kita, itu hanya karena Allah SWT. Kita serahkan totalitas diri kita kepada Allah. Tidak usah silau dengan kemilau emas yang belum tentu itu emas murni. Bahkan, belum tentu yang berkilau itu emas, meski datang dari kekuatan adidaya atau dari seorang yang kita taati. Belum tentu benar. Mungkin itu hanyalah tipuan dunia, omong kosong, atau kehampaan yang dipoles dan dibesar-besarkan, yang sebetulnya tidak ada apa-apanya. Karena yang terpenting, semua itu hanya dari Allah SWT.

0 komentar:

Posting Komentar