Suatu hari, teman saya yang ditugaskan sebagai Penjaga Toko Foto
Copy KUK memberikan laporan bersama-sama dengan para Ustadz yang
ditugaskan di Toko Besi, dan Toko Kelontong KUK. Pada saat itu dia
mendapat giliran ketiga karena memang Toko Foto Copy sedikit sekali yang
dilaporkan, karena memang laba yang diperoleh juga sedikit. Begitu
mendengar laporan teman saya, KH Syukri Zarkasyi mengatakan :
“Kamu untung sedikti? Laba sedikit? Biarin, bahkan kalau sampai KUK Foto Copy itu Rugi sekalipun, itu biar saja. Yang penting kamu mau belajar. Belajar tanggung jawab, belajar berfikir, belajar bagaimana membesarkan dan mempertahankan KUK Foto Copy itu, belajar dan tahu bagaimana menjaga harga, mengerti dan faham bagaimana menjaga pembeli, mengetahui bagaimana kok bisa bangkrut misalnya, ini semua kalian lakukan ditengah kesibukan kalian mengajar, kuliah, dan membantu pimpinan pondok. Dan kalian ikhlas melakukannya tanpa dibayar, tanpa ada gaji sama sekali, maka dengan laporan ini saja saya sudah bersyukur. Yang penting kalian mau dan bersedia untuk belajar….!!”
“Kamu untung sedikti? Laba sedikit? Biarin, bahkan kalau sampai KUK Foto Copy itu Rugi sekalipun, itu biar saja. Yang penting kamu mau belajar. Belajar tanggung jawab, belajar berfikir, belajar bagaimana membesarkan dan mempertahankan KUK Foto Copy itu, belajar dan tahu bagaimana menjaga harga, mengerti dan faham bagaimana menjaga pembeli, mengetahui bagaimana kok bisa bangkrut misalnya, ini semua kalian lakukan ditengah kesibukan kalian mengajar, kuliah, dan membantu pimpinan pondok. Dan kalian ikhlas melakukannya tanpa dibayar, tanpa ada gaji sama sekali, maka dengan laporan ini saja saya sudah bersyukur. Yang penting kalian mau dan bersedia untuk belajar….!!”
Saya tercenung mendengar cerita teman saya itu. Lalu berfikir, bahwa
ternyata justru dengan keikhlasan ini teman-teman malah tidak merasakan
pekerjaannya berat. Mereka masih bisa tersenyum bahkan bercanda. Masih
bisa muwajjah (belajar malam) bersama para santri, masih bisa ngisi
setoran Hafalan Al-quran para santri, masih mendengarkan curhatan
anak-anaknya, padahal pekerjaan mereka di pos-pos ekonomi pesantren itu
luar biasa beratnya. Membandingkan dengan bagaimana sebuah pesantren
yang ngaku Alumni Gontor dikelola, jaga toko digaji sekian, ngawas
muhadoroh (latihan pidato) digaji sekian, Jadi pengawas Bahasa digaji
lagi sekian, jaga Koperasi dibayar lagi sekian. Jaga Wisma pesantren
digaji juga sekian, mengkursus computer di bayar lagi sekian. Semua
dikelola oleh Guru sampai ngawasin anak-anak ke Masjid sekalipun, karena
semua itu dibayar. Sehingga organisasi Santrinya mati. Tidak berdaya,
sehingga para santrinya Justru kehilangan kesempatan untuk berkarya.
Padahal mereka SETIAP TAHUN study tour ke Gontor….Entahlah, dapat apa
mereka dari Study Tour itu.