KH Abdullah Syukri Zarkasyi MA
Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor
![Jatidiri Seorang Pemimpin](http://majalahgontor.net/wp-content/uploads/2014/07/kiai-syukri.jpg)
Seorang pemimpin harus menguasai masalah. Bila tidak, bagaimana ia
mampu memberikan pengarahan dengan benar, atau malah sangat mungkin
salah dalam memberikan instruksi. Masalah yang ada dikuasai dengan baik.
Hal ini menjadi ukuran tanggung jawab atas pekerjaan dan tugasnya.
Pemimpin yang tidak menguasai masalah yang menjadi kewajibannya, sama
saja dengan tidak bekerja dan tidak mempunyai tanggung jawab.
Perkembangan di lapangan harus terus dipantau, dicek dari berbagai
sumber, mana yang sudah berjalan sesuai harapan dan mana yang masih
terkendala. Dengan demikian, target-target pekerjaan dan waktu dapat
dicapai. Tanpa checking yang baik sangat mungkin seorang pemimpin akan dengan mudah dibohongi atau mendapat laporan fiktif dari staf dan pelaksana.
Seorang pemimpin tidak boleh mengetahui permasalahan hanya melalui pemberitahuan atau laporan saja. Tapi ia harus melakukan check dan recheck serta crosscheck
untuk mendapatkan data yang akurat. Ketepatan atau kesalahan data dapat
mempengaruhi kebijaksanaan. Hal ini juga memiliki fungsi kontrol dan
pengendalian terhadap pelaksana tugas, baik secara individual maupun
sektoral.
Salah satu wujud dari tanggung jawab kepemimpinan adalah kontrol yang
baik, pengawasan yang menyeluruh, dan teliti. Karena kontrol yang lemah
akan membuka peluang pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang.
Kepemimpinan pondok, pengasuhan, pendidikan santri adalah amanah yang
harus dipertanggungjawabkan baik kepada Allah, pondok maupun wali santri
dan masyarakat. Maka amanah ini harus dijaga dan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Dalam hal ini kontrol merupakan bagian penting dari
pelaksanaan amanah tersebut. Karena kontrol yang lemah berarti
keteledoran dan kelengahan yang akan mengakibatkan pada penyia-nyiaan
amanah.
Seorang pemimpin juga harus mampu memprediksi dan mengambil langkah
antisipatif. Terjun langsung dan penguasaan masalah akan membiasakan
pemimpin berpikiran analitis terhadap setiap permasalahan. Kebiasaan
ini akan memberikan kacakapan memprediksi hal-hal yang akan terjadi
sebagai konsekuensi dari masukan data dan kondisi lapangan, selanjutnya
langkah-langkah antisipatif bisa segera dilakukan sebelum masalah
benar-benar terjadi.
Seorang pemimpin harus mampu memprediksi permasalahan yang akan
dihadapi secara total, seperti memprediksi jumlah santri yang akan
masuk dan keluar, jumlah sarana dan prasarana, sirkulasi keuangan, dan
kemampuan SDM, baik santri maupun guru. Kemampuan dalam hal ini akan
mempermudah pendelegasian tugas dan pelaksanaannya. Dengan kemampuan
memprediksi, seorang pemimpin dapat mengeluarkan keputusan dengan cepat
dan akurat, sekaligus dapat melakukan tindakan antisipatif terhadap
permasalahan yang ada. Kemampuan memprediksi ini membutuhkan
pengalaman-pengalaman dan pola pikir yang rapi, rapat dan teratur.
Pemimpin hendaknya senantiasa mengasah kekuatan spiritualitasnya, sehingga mempunyai ketajaman bashirah bathiniyah
sebagai buah dari kebersihan hati dan motivasi. Karenya, seorang
pemimpin harus ikhlas dalam berbuat dan bersungguh-sungguh. Pemimpin
yang bashirah batiniyahnya telah terasah akan memiliki feeling
tajam dan kepekaan tinggi sehingga bisa menyelami psikologi orang lain
dengan baik, menenggang perasaan orang lain, dan mengerti apa yang
menjadi kebutuhan dan permasalahan mereka.
Pemimpin yang baik harus bisa menjadi teladan. Keteladanan tidak
mesti berupa figuritas, tetapi juga mencakup produktivitas, cara kerja
yang bagus, tuntas dan rapi, dan bisa menjadi contoh yang baik bagi
orang lain. Ia juga harus berwawasan luas. Karenanya, ia selalu
meningkatkan diri, mengikuti informasi, banyak membaca, dan meluaskan
pergaulannya hingga menjangkau semua lapisan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar