KH Hasan Abdullah Sahal Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor Setiap
orang memiliki pandangan hidup, pegangan hidup, pola dan kepribadian
masing-masing. Semua itu merupakan privasi yang tidak ada hak bagi siapa
pun untuk mengintervensi atau memaksakan kehendak dirinya kepada orang
lain. Bagi kita, sebagai seorang Muslim, filsafat hidup, pegangan hidup,
dan pandangan hidup kita adalah syahadatain. Asyhadu an la ilaa illa allahu wa asyhadu anna muhammadan rasulullah
(aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan aku
bersaksi Muhammad adalah utusan Allah). Dua kalimat syahadat ini harus
kita pegang dengan teguh dan pertahankan dengan baik-baik.
Implementasinya harus tampak pada tingkah laku dan kesetiaan atau
loyalitas kita semua (kepada Allah), sehingga dalam melakukan segala
sesuatu senantiasa berdasarkan dua kalimat syahadat tersebut. Jadi untuk
menjalankan fungsi, mendidik anak, mendidik murid, apapun yang kita
lakukan, harus selalu didasarkan pada syahadatain, karena hanya dua
kalimat inilah yang menjadi pandangan hidup, filsafat hidup dan pegangan
hidup kita semua.
Orang terkadang lain yang dia katakan, lain pula yang dia kerjakan.
Banyak orang yang mengatakan ‘ini harus lurus’, tetapi dalam
perbuatannya tidak lurus. Ini banyak sekali terjadi dalam kehidupan di
sekeliling kita. Jika seorang pemimpin memiliki sifat seperti itu, maka
orang banyak tidak akan lagi percaya padanya. Mereka tidak mau lagi
menerima atau mau melaksanakan tugas darinya. Ucapan pemimpin seperti
itu tidak lagi berwibawa dan ditaati bawahannya. Semua itu terjadi
karena yang berbicara tidak setia pada apa yang dia bicarakan kepada
orang lain. Bahkan, ia tidak setia pada dirinya sendiri. Dulu, ada suatu
kisah tentang seorang yang kaya, dermawan, dan kebetulan mempunyai
rujukan seorang ulama, yang ternyata ulama itu tidak seperti yang dia
perkirakan. Ulama itu mempunyai penyakit keduniaan, tamak keduniaan,
sehingga ia selalu memperhitungkan ilmunya dengan harta. Hingga pada
suatu ketika, orang dermawan dan hartawan tadi terpaksa mengatakan
kata-kata yang keras dan tidak mengenakkan dihadapan ulama ini, “Aku
menyayangimu, wahai ulama, karena ilmumu. Aku menghormatimu karena
ilmumu. Dan aku menghargaimu karena ilmumu. Akan tetapi karena kamu
tidak menghargai ilmumu sendiri, maka aku tetap menghargai ilmumu,
tetapi sudah tidak menghargai dirimu lagi.” Inilah kata-kata yang
dikeluarkan oleh orang hartawan dan dermawan tadi, terhadap ulama yang
mempunyai penyakit dunia dan keduniaan. Maka bagaimana mungkin orang mau
percaya, taat, dan setia terhadap ulama semacam ini, kalau dia sendiri
tidak setia kepada ilmunya sendiri, kepada pribadinya sendiri. Maka dari
itu, kita ingatkan, setiap manusia, dalam menjalankan pandangan dan
jalan hidup ini, memang akan selalu menghadapi berbagai macam hal yang
membuatnya harus terus mempertahankan pegangan hidup ini. Akan tetapi
ingatlah, bahwa sekuat kita mempertahankan jalan hidup kita, sekuat itu
pula orang akan taat kepada kita. Ingat, tidak ada kedisiplinan tanpa
keteladanan, dan tidak ada kemajuan tanpa kedisiplinan. Maka untuk maju
kedepan, untuk menjadi orang yang bisa menjalankan misinya, bisa
meluruskan cita-citanya, kita harus berdisiplin. Dan orang akan
berdisiplin bila ada keteladanan. Sudah saya ingatkan dari awal, bahwa
keteladanan adalah awal dari segalanya, yang pada akhir-akhir ini sudah
mulai hilang dari dunia, terutama dari barisan dan kalangan kita
sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar